Hanya Akal-Akal Raksasa Yang Tercerahkan Wahyu Yang Siap Menjadi Pemimpin Proyek Peradaban Kehendak Allah Swt. Dimana Mereka Sekarang ?

Peradaban selalu bermula dari gagasan, peradaban besar selalu lahir dari gagasan-gagasan besar. Gagasan-gagasan besar selalu lahir dari akal-akal raksasa. Begitulah kejadiannya, jumlah sahabat yang ditinggalkan Rasulullah SAW memang sedikit, tapi mereka semua membawa semangat dan kesadaran sebagai pembangun peradaban, dan membawa talenta sebagai arsitek peradaban. Dan kita semua saat ini, disini dimanakah posisi kita? Maka kitalah arsitek peradaban berikutnya…..

Allah telah menciptakan manusia untuk beribadah dan mengelola serta menegakkan khilafah dimuka bumi. Untuk itu Allah SWT telah menurunkan ‘juklak’ (petunjuk pelaksanaan) berupa Al-Qur’an, dan menurunkan seorang rasul sebagai ‘komunikator’ Allah SWT sekaligus sebagai pemberi contoh pelaksana dala kehidupan nyata. Al-Qur’an adalah sebuah petunjuk manual tentang bagaimana seharusnya kita mengelola kehidupan di bumi ini, dan bumi adalah tempat dimana kita menurunkan kehendak-kehendak Allah SWT yang termaktub dalam wahyu, menjadi satuan-satuan realitas dalam kehidupan manusia dimuka bumi. Bumi adalah realitas kasat mata yang harus dikelola manusia.

Kesadaran tentang hal tersebut telah menanamkan siakap realisme dalam benak para arsitek peradaban. Oleh karena itu mereka bergerak lincah dalam wialyah peradaban, proses kreatifitas mereka tumpah ruah dalam semangat merealisasikan kehendak-kehendak Allah SWT. Dimuka bumi, dalam semangat memakmurkan dunia, dalam semangat membangun peradaban. Kesadaran akan ruang, sejak awal, membuat peran intelektual dan kerja pemikiran mereka terpola dalam kerangk asebagai arsitek peradaban, bumi ini adalah lanscapenya dan wahyu adalah kehendak-kehendak sang pemilik kehidupan yang harus diolah menjadi sebuah Master Plan dan maket, dari mana kemudian satuan-satuan kerja mengelola bumi menjadi rumah peradaban tempat manusia menemukan kedamaian dan kesejahteraan hidup.

Tapi, dimanakah akal-akal besar yang pernah menggoncang peradaban dunia dengan temuan-temuannya itu? Dimanakah akal Muslim yang dulu sanggup memahami zamannya dan kemudian memberi sesuatu yang baru dari zamannya?

Itulah masalah kita saat ini. Akal-akal muslim saat ini bukan hanya tampak tidak berdaya memahami zamannya, tapi bahkan tidak sanggup memahami dirinya sendiri, tidak sanggup memahami sumber ajarannya sendiri, tidak sanggup memahami warisan peradabannya sendiri. Lumpuhnya akal Muslim telah menyebabkan kita kehilangan mata air peradaban. Ketika mereka menutup keran ijtihad maka mereka telah menutup mata air peradaban. Kekeringan inilah yang kini kita warisi dan belum sanggup kita selesaikan, sehingga kita menjadi komunitas global yang hanya hidup dipinggiran sejarah dan tidak mempunyai kemampuan bercampur tangan dalam berbagai peristiwa dunia kecuali hanya sebagai korban.

Yang harus kita lakukan untuk memepebaiki hal tersebut adalah dengan memperbaiki cara kita memahami sumber-sumber ajaran kita : Al-Qur’an dan As-Sunnah serta warisan intelektual dari peradaban kita. Dengan begitu kita dapat menemukan sistem dan metodologi pemikiran sendiri, untuk kemudian secara kritis dan independen berinteraksi dengan realitas zaman , dengan segala muatan peradabannya, dan selanjutnya menemukan jalan untuk merealisasikan kehendak-kehendak Allah SWT dsalam kehidupan kita. Ditengah jalan itulah kita menciptakan semua yang kita perlukan untuk sampai ketitik akhir tujuan kita, dimana hutan belantara yang menjelma jadi taman kehidupan yang indah.***

Persiapkan diri antum wa antuna untuk menjadi arsitek peradaban selanjutnya dengan berbekal ilmu, keikhlasan, dan semangat pantang menyerah niscaya dirimu kan menjadi generasi pilihan yang dibanggakan Rasulullah dihadapanNya. Karena semua itu tidak ditentukan dari hasil tapi dari usaha yang kita upayakan untuk mencapai akhir yang Luar Biasa….
Bangunlah dari mimpi-mimpimu, sekaranglah saatnya untuk merealisasikan mimpi-mimpi yang selalu mebayang dalam hatimu, jangan hanya jadi angan-angan belaka Just Give The Best Of You……!!!
From n For The Soldier Of Heaven*
Label:
Sebelas tahun sudah reformasi berjalan, namun keadaan belum menunjukkan suatu perubahan yang signifikan. Kejadian 1998 mengantarkan negara ini menjadi tiga negara terdemokratis, namun sayangnya, demokrasi itu hanya sampai pada tataran prosedural, belum menyentuh pada subtansi. Tujuan reformasi semakin jauh dari harapan karena tidak adanya niatan yang kuat dari pemerintah. Reformasi hanya di isi dengan tontonan yang tidak jelas. Sebut saja menggantungnya banyak kasus korupsi, pelemahan eksistensi KPK menggunakan momentum kasus Antasari, aset negara yang tidak jelas statusnya, intervensi asing dalam pengambilan kebijakan, kedaulatan rakyat yang semakin terkikis, pendidikan yang semakin mahal, kerusakan lingkungan yang semakin parah, mafia peradilan pelindung penjahat dan koruptor, dan masih banyak lagi. Semuanya berimbas pada penderitaan yang kembali harus di pikul rakyat. Selama sebelas tahun ini pemerintahan telah gagal dalam mewujudkan reformasi yang sesungguhnya.

Tujuh Gugatan Rakyat (TUGU RAKYAT) yang kami deklarasikan satu tahun yang lalu adalah sebuah bentuk keinginan dan harapan masyarakat terhadap pemerintah dalam menyelesaikan berbagai persoalan bangsa, namun dalam perjalanannya TUGU RAKYAT hanya menjadi wacana, nihil implementasi. Proses transisi kepemimpinan yang akan terjadi dalam pemilu 2009 ini adalah momentum untuk merubah keadaan bangsa. Rakyat membutuhkan pemimpin yang konsisten dalam menuntaskan agenda-agenda reformasi. Dan kami, BEM SI, memandang TUGU RAKYAT sebagai agenda reformasi yang harus segera di tuntaskan siapapun nanti yang akan memimpin bangsa ini. Jika tidak, letupan REVOLUSI mungkin akan menjadi gerakan alternatif untuk mengakhiri penderitaan bangsa ini.

Untuk itu, sesuai dengan komitmen kami, Tujuh Gugatan Rakyat hasil deklarasi Depok 2008 dan Sumpah Mahasiswa Indonesia di Jogyakarta, kami BEM se Jateng–DIY yang merupakan bagian dari Aliansi BEM Seluruh Indonesia menyatakan sikap :
1. Mengecam kegagalan pemerintahan dalam menuntaskan TUGU RAKYAT selama satu tahun ini
2. Mendesak kepada seluruh calon presiden dan calon wakil presiden untuk menjadikan TUGU RAKYAT sebagai agenda utama dalam lima tahun ke depan dalam bentuk kontrak politik
3. Mengajak kepada seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama mengawal dan mewujudkan TUGU RAKYAT

Semarang, 12 Mei 2009
Koordinator BEM SI Wilayah Jateng-DIY


Yudha Prakasa
Presiden BEM KM Undip


TUJUH GUGATAN RAKYAT
(TUGU RAKYAT)

1. Nasionalisasi aset strategis bangsa
2. Wujudkan pendidikan dan pelayanan kesehatan yang bermutu, terjangkau dan merata bagi seluruh rakyat Indonesia
3. Tuntaskan kasus BLBI dan korupsi Soeharto beserta kroni-kroninya sebagai perwujudan kepastian hukum di Indonesia
4. Kembalikan kedaulatan bangsa pada sektor pangan, ekonomi dan energi
5. Menjamin ketersediaan dan keterjangakauan harga kebutuhan pokok bagi rakyat
6. Tuntaskan reformasi birokrasi dan berantas mafia peradilan
7. Selamatkan lingkungan Indonesia dan tuntut Lapindo Brantas untuk mengganti rugi seluruh dampak dari lumpur Lapindo.
Label:
ADAB-ADAB SEORANG MUSLIM TERHADAP AL-QUR’AN:
1. Membaca
Tilawatul Qur’an merupakan aktivitas ibadah yang sangat baik untuk memberi kedamaian dan ketenangan hati. Dengan memiliki tilawah harian yang rutin, baik dan stabil, maka akan membuat shahihul ibadah pada diri seseorang dan dimilikinya mutsaqqaful fikr.
Ibadah yang baik tidak hanya pada aspek kuantitatifnya, tapi keistiqamahan atau konsistensi seseorang melakukannya, meskipun sedikit.
“Beramal, berbuatlah semampu kalian! Sesungguhnya Allah tidak bosan sampai kalian sendiri yang bosan. Dan sesungguhnya amal perbuatan yang paling disukai Allah adalah amal perbuatan yang terus menerus walaupun sedikit” (HR. Bukhari dan Muslim)
1.a Fadhail Membaca Al-Qur’an
Mengenai pahala membaca Al Qur’an, Ali bin Abi Thalib mengatakan bahwa, tiap-tiap orang yang membaca Al Qur’an dalam sembahyang, akan mendapat pahala lima puluh kebajikan untuk tiap-tiap huruf yang diucapkannya, membaca Al Qur’an di luar sembahyang dengan berwudhu’, pahalanya dua puluh lima kebajikan bagi tiap-tiap huruf yang diucapkannya dan membaca Al Qur’an di luar sembahyang dengan tidak berwudhu’, pahalanya sepuluh kebajikan bagi tiap-tiap huruf yang diucapkannya.
Al-Qur’an adalah salah satu rahmat yang tak ada taranya bagi alam semesta.
Setiap orang yang mempercayai Al Qur’an akan cinta kepadanya, cinta untuk membacanya, cinta untuk mempelajari dan memahaminya serta pula untuk mengamalkan dan mengajarkannya sampai merata rahmatnya dirasa oleh penghuni alam semesta.
Membaca Al Qur’an (saja) sudah termasuk amal yang sangat mulia. Al Qur’an adalah sebaik-baik bacaan (baik dikala senang ataupun susah) dan membaca Al Qur’an juga dapat menjadi obat dan penawar kegelisahan.

Pada suatu ketika datanglah seseorang kepada sahabat Rasulullag yang bernama Ibnu Mas’ud r.a. meminta nasehat, katanya: “Wahai Ibnu Mas’ud, berilah nasehat yang dapat kujadikan obat bagi jiwaku yang sedang gelisah. Dalam beberapa hari ini aku merasa tidak tenteram, jiwaku gelisah dan fikiranku kusut; makan tidak enak, tidur tak nyenyak.”
Maka Ibnu Mas’ud menasehatinya, katanya: “Kalau penyakit itu yang menimpa-mu, maka bawalah hatimu mengunjungi tiga tempat, yaitu ke tempat orang membaca Al Qur’an, engkau baca Al Qur’an atau engkau dengar baik-baik orang yang membacanya; atau engkau pergi ke Majlis Pengajian yang mengingatkan hati kepada Allah; atau engkau cari waktu dan tempat yang sunyi, di sana engkau berkhalwat menyembah Allah, umpama di waktu tengah malam buta, di saat orang sedang tidur nyenyak, engkau bangun mengerjakan shalat malam, meminta dan memohon kepada Allah ketenangan jiwa, ketentraman fikiran dan kemurnian hati. Seandainya jiwamu belum juga terobat dengan cara ini, engkau minta kepada Allah, agar diberi-Nya hati yang lain, sebab hati yang kamu pakai itu, bukan lagi hatimu.”
Setelah orang itu kembali ke rumahnya, diamalkannya nasihat Ibnu Mas’ud ra. itu. Dia pergi mengambil wudhu kemudian diambilnya Al Qur’an, terus dia baca dengan hati yang khusyu’. Setelah membaca Al Qur’an, berobahlah kembali jiwanya, menjadi jiwa yang aman dan tenteram, fikirannya tenang, kegelisahannya hilang sama sekali.
1.b Sunnat Berkumpul Untuk Mempelajari Qur’an
Membaca Al Qur’an, baik mengetahui artinya ataupun tidak, adalah termasuk ibadah, amal shaleh dan memberi rahmat serta manfaat bagi yang melakukannya; memberi cahaya ke dalam hati yang membacanya sehingga terang benderang, juga memberi cahaya kepada keluarga rumah tangga tempat Al Qur’an itu dibaca.

1.c Membaca Al Qur’an Sampai Khatam
Bagi seorang Mu’min, membaca Al Qur’an telah menjadi kecintaannya.
Tiada suatu kebahagiaan di dalam hati seseorang Mu’min melainkan bila dia dapat membaca Al Qur’an sampai khatam. Bila sudah khatam, itulah puncak dari segala kebahagiaan hatinya.
1.d Adab membaca Al-Qur’an
Al-Qur’an sebagai Kalamullah, mempunyai adab-adab tersendiri bagi orang-orang yang membacanya. Adab-adab itu sudah diatur dengan sangat baik, untuk penghor-matan dan keagungan Al Qur’an.
Diantara adab-adab membaca Al Qur’an yang terpenting ialah :
1. Disunatkan membaca Al Qur’an sesudah berwudhu, dalam keadaan suci
2. Disunatkan membaca Al Qur’an di tempat yang bersih. Tetapi yang paling utama ialah di mesjid
3. Disunatkan membaca Al Qur’an menghadap ke qiblat
4. Sebelum membaca Al-Qur’an, disunatkan membaca ta’awwudz (QS. An Nahl 16:98)
5. Disunatkan membaca Al-Qur’an dengan tartil (QS. Al Muzzammil 73:4)
6. Disunatkan membacanya dengan penuh perhatian dan pemikiran tentang ayat-ayat yang dibacanya itu dan maksudnya (QS. An Nisaa’ 4:82)
7. Sedapat-dapatnya membaca Al Qur’an janganlah diputuskan hanya karena hendak berbicara dengan orang lain. Hendaknya pembacaan diteruskan sampai ke batas yang telah ditentukan, barulah disudahi
1.e Mendengar Bacaan Al Qur’an
“Dan apabila dibacakan Al Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik dan perhati-kanlah dengan tenang, agar kamu mendapat rahmat” (QS. Al A’raaf 7:204)
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu, hanyalah mereka yang apabila disebut (nama) Allah, gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka karenanya dan kepada Tuhanlah mereka bertawakal.” (QS. Al Anfaal 8:2)
Mempelajarinya
2. Mempelajarinya
Al-Qur’an sebagai kitab petunjuk tidak hanya wajib dibaca tapi diikuti isinya. Maka, mengetahui isi dan menggali makna ayat-ayat Al-Qur’an menjadi kewajiban yang harus dilakukan setiap muslim. Saat ini sudah banyak beredar terjemahan tafsir Al-Qur’an dengan bahasa Indonesia. Ada pula tafsir AL-Qur’an karya ulama Indonesia. Seorang muslim harus senantiasa melakukan pendalaman terhadap Al-Qur’an sehingga ia memiliki bashirah dalam memandang berbagai masalah.
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu, hanyalah mereka yang apabila disebut (nama) Allah, gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka karenanya dan kepada Tuhanlah mereka bertawakal.” (Al Anfaal 8:2)
2.a Amalan dalam tadabbur Al-Qur’an
1. Mutakallim (Mengagungkan Allah)
Seorang pembaca harus menghadirkan dihatinya keagungan Allah dan mengetahui bahwa apa yang dibacanya bukanlah pembicaraan manusia dan membaca kalam Allah sangat penting.
“Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan.” (al-Waqi’ah:79)
2. Kehadiran hati dan meninggalkan bisikan jiwa
“Wahai Yahya, ambillah al-Kitab dengan kekuatan.” (Maryam:12)
Yakni dengan serius dan sungguh-sungguh yaitu dengan berkonsentrasi penuh dalam membacanya, dan mengarahkan perhatian hanya kepadanya.
3. Tadabbur
Tujuan membaca adalah tadabbur, oleh karena itu disunnahkan membaca dengan tartil sedab di dalam tartil secara zhahir memungkinkan tadabbur.
Jika tidak bisa melakukan tadabbur kecuali dengan mengulang-ulang (bacaan) maka hendaklah ia melakukannya kecuali di belakang imam.
4. Tafahhum (memahami secara mendalam)
Yaitu mencari kejelasan dari setiap ayat secara tepat, karena al-Qur’an meliputi berbagai masalah tentang sifat-sifat Allah, perbuatan-perbuatan-Nya, ihwal para Nabi, ihwal para pendusta dan bagaimana mereka dihancurkan, perintah-perintah-Nya, larangan-larangan-Nya, sorga dan neraka.
5. Meninggalkan hal-hal yang dapat menghalangi pemahaman :
1. Taqlid kepada madzhab tertentu saja
2. Berterus menerus dalam dosa
3. Berpegang pada tafsir zhahir saja dan meyakini tidak ada makna lain bagi kalimat-kalimat al-Qur’an
6. Takhshish (menyadari bahwa dirinya merupakan sasaran yang dituju oleh setiap nash)
Jika mendengar suatu perintah atau larangan maka ia memahami bahwa perintah atau larangan itu ditujukan kepada dirinya.
7. Ta’atstsur (mengimbas ke dalam hati)
Hatinya terimbas dengan berbagai imbasan yang berbeda sesuai dengan beragamnya ayat yang dihayatinya – rasa sedih, takut, harap dsb.
8. Taraqqi (meningkatkan penghayatan sampai ke tingkat mendengarkan kalam dari Allah bukan dari dirinya sendiri)
9. Tabarriy (melepaskan diri dari daya dan kekuatannya)
Apabila membaca ayat-ayat janji dan sanjungan kepada orang-orang shalih maka ia tidak menyaksikan dirinya pada hal tersebut, tetapi menyaksikan orang-orang shiddiqin berada di dalamnya kemudian ia merindukan untuk disusulkan Allah kepada mereka. Apabila membaca ayat-ayat kecaman dan celaan kepada orang-orang yang bermaksiat dan orang-orang yang lali, ia menyaksikan dirinya berada di sana dan merasakan bahwa dirinyalah yang dimaksudkan oleh ayat-ayat tersebut.

3. Mengamalkannya
Bila setiap kali membaca ayat-ayat Al-Qur’an yang diawali dengan seruan yang simpatik, “Hai orang-orang beriman!”, maka hendaknya seorang muslim betul-betul memperhatikan apa yang disebutkan setelah seruan ini untuk kemudian diaplikasikan seraya mengatakan, “Kami mendengar dan kami taat, kami mengharap ampunan-Mu ya Allah, kepada-Mu lah kami akan kembali”.
Mengamalkan Al-Qur’an didasari mentalitas jiddiyyah (kesungguhan)
Jiddiyyah adalah lawan dari main-main, menyepelekan, lemah dan santai.
Jiddiyyah adalah pelaksanaan perintah syariat dan dakwah secara langsung disertai dengan ketekunan dan kegigihan, mengeluarkan segala kemampuan maksimal untuk mensukseskannya dan mengatasi segala hambatan dan rintangan yang menghadangnya.

4. Menghafalkannya
4.a Fadhail (keutamaan) Hifzhul Qur’an
1. Al-Qu’an menjanjikan kebaikan, berkah dan kenikmatan bagi penghafalnya
“Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari dan mengajarkan Al Qur’an.” (HR. Bukhari dan Muslim)
“Sesungguhnya orang yang di dalam dadanya tidak terdapat Al Qur’an bagaikan rumah yang rusak dan yang berpenghuni.” (HR. Atturmudzi)
2. Seorang hafizh Al Qur’an adalah orang yang mendapat Tasyrif nabawi (penghargaan khusus dari Nabi Saw.)
Rasulullah menimbang kepribadian seseorang tergantung kuantitas hafalan Qur’annya.
Kepada hafizh Al Qur’an, Rasul SAW., menetapkan berhak menjadi imam shalat berjama’ah.
“Yang menjadi imam suatu kaum adalah yang paling banyak hafalannya.” (HR. Muslim)
3. Hifzhul Qur’an merupakan ciri orang yang diberi ilmu (QS> 29:49)
4. Hafizh Al Qur’an adalah keluarga Allah yang berada di atas bumi
“Sesungguhnya Allah mempunyai keluarga diantara manusia, para sahabat bertanya, “Siapakah mereka ya Rasulullah?” Rasul menjawab, “Para ahli Al Qur’an merekalah keluarga Allah dan pilihan-pilihan-Nya.” (HR Ahmad)
5. Menghormati seorang hafizh Al Qur’an berarti mengagungkan Allah
“Sesungguhnya termasuk mengagungkan Allah menghormati orang tua yang muslim, penghafal Al Qur’an yang tidak melampaui batas (di dalam mengamalkannya dan memahaminya) dan tidak menjauhinya (enggan membaca dan mengamalkannya) dan Penguasa yang adil.” (HR. Abu Daud)
6. Al-Qur’an akan menjadi penolong (syafa’at) bagi para penghafal
“Bacalah olehmu Al Qur’an, sesungguhnya ia akan menjadi pemberi syafa’at pada hari kiamat bagi para pembacanya (penghafalnya).” (HR. Muslim)
“Puasa dan Al Qur’an akan memberi syafa’at kepada seorang hamba pada hari kiamat, ibadah puasa itu akan berkata, “Ya Allah aku telah mencegahnya dari syahwat pada siang hari, maka izinkan aku memberi syafa’at kepadanya.” Dan akan berkata Al Qur’an, “Aku telah mencegahnya tidur pada malam hari, maka izinkan aku memberinya syafa’at.” (HR. Ahmad)
7. Hifzhul Qur’an akan meninggikan derajat manusia di Surga
“Akan dikatakan kepada shahib Al Qur’an, “bacalah dan naiklah serta tartilkan sebagaimana engkau dulu mentartilkan Al Qur’an di dunia, sesungguhnya kedudukanmu di akhir ayat yang kau baca.” (HR. Abu Daud dan Turmudzi)
8. Para penghafal Al Qur’an bersama para Malaikat yang mulia dan taat
“Orang yang membaca Al Qur’an sedangkan ia mahir bersama para malaikat yang mulia dan taat, dan orang yang membaca Al Qur’an sedangkan ia terbata-bata dan merasakan kesulitan, ia mendapat dua pahala.” (Mutafaqun ‘Alaih)
9. Bagi para penghafal kehormatan berupa tajul karamah (mahkota kemuliaan)
10. Penghafal Al Qur’an adalah orang yang paling banyak mendapatkan pahala dari Al Quran
“Barangsiapa yang membaca satu huruf dari kitab Allah, maka mendapat hasanat dan tiap hasanat mempunyai pahala berlipat sepuluh kali. Saya tidak berkata: Alif lam mim itu satu huruf, tetapi Alif satu huruf, lam satu huruf dan mim satu huruf. (Attirmidzi)
4.b Persiapan dan cara menghafal Al-Qur’an
1. Merasakan keagungan Al Qur’an dan memiliki ihtimam (perhatian) terhadap Al Qur’an.
Mental ini sebagai penguat saat anda menghafal. Yakinkan diri bahwa anda sedang melakukan sesuatu yang sangat agung dan mulia, sesuai dengan keagungan Al Qur’an itu sendiri dan sanjungan Allah dan Rasul-Nya bagi orang yang menghafal Al Qur’an. Dengan mental ini anda akan merasakan tidak ada keterpaksaan ketika melakukan hifzhul Al Qur’an.
2. Pandai mengatur waktu
Kalau anda adalah calon hafizh Al Qur’an yang berjiwa da’i, tentunya anda memiliki banyak aktivitas. Namun kesungguhan anda dalam mengatur waktu insya Allah membuat anda mampu meluangkan waktu untuk hifzhul Al Qur’an. Anda harus siap untuk bekerja keras di tengah-tengah kesibukan yang selalu mendera. Kurangi waktu tidur atau waktu bersantai, bahkan bila perlu hiburan anda terdapat dalam hifzhul Qur’an.
3. Tabah menghadapi masyaqat (kesulitan) menghafal
Perjalanan menuju cita-cita tersebut tidak semudah dan seindah yang anda bayangkan. Anda perlu bermental baja, tidak lekas futur apalagi putus asa.
Tabah dan sabar merupakan kunci sukses sebagian manusia untuk mencapai cita-cita yang sangat berat dilakukan oleh kebanyakan manusia, walaupun sesungguhnya pekerjaan itu tidak ada nilainya di sisi Allah. Kalau mereka bersabar dan tabah untuk aktivitas yang tidak ada nilainya, tentunya seorang penghafal Qur’an harus lebih sabar dari mereka mengingat Al Qur’an menjanjikan kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
4.c Teknik Menghafal
1. Teknik memahami ayat-ayat yang akan dihafal
2. Teknik mengulang-ulang sebelum menghafal
3. Teknik mendengarkan sebelum menghafal
4. Teknik menulis sebelum menghafal
4.d Kegiatan Penunjang Menghafal Al-Qur’an
1. Bergaul dengan orang yang sedang/sudah hafal Al Qur’an
2. Mendengarkan bacaan hafizh Qur’an
3. Mengulang hafalan bersama orang lain
4. Selalu membacanya dalam shalat
4.e Problematika Menghafal Al-Qur’an
1. Cinta dunia dan selalu sibuk dengannya
Orang yang terlalu asyik dengan kesibukan dunia, biasanya tidak akan siap untuk berkorban, baik waktu maupun tenaga, untuk mendalami Al Qur’an. Semakin sibuk dengan dunia, anda akan semakin penasaran untuk meraihnya lebih banyak lagi. Dan sebaliknya, semakin lama bersama Al Qur’an, anda akan semakin merasakan kenikmatan yang sulit digambarkan.
2. Tidak dapat merasakan kenikmatan Al Qur’an
Besar kecilnya kenikmatan membaca Al Qur’an sangat tergantung kepada kualitas keimanan dan ketaqwaan pembacanya kepada Allah SWT.
Orang yang tidak beriman kepada Allah, mereka tidak akan merasakan nikmatnya ayat-ayat Allah SWT., jangankan disuruh membaca, mendengarkannya saja tidak akan mau, bahkan mereka bersikap kecut serta menjauhkan diri. (QS. 17:45, 46)
3. Hati yang kotor dan terlalu banyak maksiat
Menghafal Al Qur’an tidak mungkin dilakukan oleh orang yang berhati kotor. Rasulullah SAW., menjelaskan bahwa maksiat dan dosa sangat mempengaruhi hati manusia sehingga tercemar.
Jika hati sudah kotor, maka cahay kebenaran iman, Al Qur’an dan hidayah tidak mampu menembus kegelapan hati. Demikian pula, kekufuran dan maksiat yang telah mendarah daging, tidak lagi mampu keluar dari sarangnya.
Imam Ad Dhahak mengatakan : “Tidaklah seseorang itu mempelajari Al Qur’an kemudian ia lupa, kecuali disebabkan oleh dosa yang telah diperbuatnya.”
4. Tidak sabar, malas dan berputus asa
5. Niat yang tidak ikhlas
6. Lupa
7. Pengulangan yang sedikit
8. Tidak ada Muwajjih (pembimbing)
"Siapa yang menahan marah, padahal ia dapat memuaskannya (melampiaskannya), maka kelak pada hari kiamat, Allah akan memanggilnya di depan sekalian makhluk. Kemudian, disuruhnya memilih bidadari sekehendaknya." (HR. Abu Dawud - At-Tirmidzi)

Tingkat keteguhan seseorang dalam menghadapi kesulitan hidup memang berbeda-beda. Ada yang mampu menghadapi persoalan yang sedemikian sulit dengan perasaan tenang. Namun, ada pula orang yang menghadapi persoalan kecil saja ditanggapinya dengan begitu berat. Semuanya bergantung pada kekuatan ma’nawiyah (keimananan) seseorang.

Pada dasarnya, tabiat manusia yang beragam: keras dan tenang, cepat dan lambat, bersih dan kotor, berhubungan erat dengan keteguhan dan kesabarannya saat berinteraksi dengan orang lain. Orang yang memiliki keteguhan iman akan menyelurusi lorong-lorong hati orang lain dengan respon pemaaf, tenang, dan lapang dada.


Adakalanya, kita bisa merasa begitu marah dengan seseorang yang menghina diri kita. Kemarahan kita begitu memuncak seolah jiwa kita terlempar dari kesadaran. Kita begitu merasa tidak mampu menerima penghinaan itu. Kecuali, dengan marah atau bahkan dengan cara menumpahkan darah. Na’udzubillah.

Menurut riwayat, ada seorang Badwi datang menghadap Nabi S.A.W. dengan maksud ingin meminta sesuatu pada beliau. Beliau memberinya, lalu bersabda, "Aku berbuat baik padamu." Badwi itu berkata, "Pemberianmu tidak bagus." Para sahabat merasa tersinggung, lalu mengerumuninya dengan kemarahan. Namun, Nabi memberi isyarat agar mereka bersabar.
Kemudian, Nabi S.A.W. pulang ke rumah. Nabi kembali dengan membawa barang tambahan untuk diberikan ke Badwi. Nabi bersabda pada Badwi itu, "Aku berbuat baik padamu?" Badwi itu berkata, "Ya, semoga Allah membalas kebaikan Tuan, keluarga dan kerabat."
Keesokan harinya, Rasulullah S.A.W. bersabda kepada para sahabat, "Nah, kalau pada waktu Badwi itu berkata yang sekasar engkau dengar, kemudian engkau tidak bersabar lalu membunuhnya. Maka, ia pasti masuk neraka. Namun, karena saya bina dengan baik, maka ia selamat."

Beberapa hari setelah itu, si Badwi mau diperintah untuk melaksanakan tugas penting yang berat sekalipun. Dia juga turut dalam medan jihad dan melaksanakan tugasnya dengan taat dan ridha.

Rasulullah S.A.W. memberikan contoh kepada kita tentang berlapang dada. Ia tidak panik menghadapi kekasaran seorang Badwi yang memang demikianlah karakternya. Kalau pun saat itu, dilakukan hukuman terhadap si Badwi, tentu hal itu bukan kezhaliman. Namun, Rasulullah S.A.W. tidak berbuat demikian. Beliau tetap sabar menghadapinya dan memberikan sikap yang ramah dan lemah lembut. Pada saat itulah, beliau S.A.W. ingin menunjukkan pada kita bahwa kesabaran dan lapang dada lebih tinggi nilainya daripada harta benda apa pun. Harta, saat itu, ibarat sampah yang bertumpuk yang dipakai untuk suguhan unta yang ngamuk. Tentu saja, unta yang telah mendapatkan kebutuhannya akan dengan mudah dapat dijinakkan dan bisa digunakan untuk menempuh perjalan jauh.

Adakalanya, Rasulullah S.A.W. juga marah. Namun, marahnya tidak melampaui batas kemuliaan. Itu pun ia lakukan bukan karena masalah pribadi. Melainkan, karena kehormatan agama Allah.
Rasulullah S.A.W. bersabda, "Memaki-maki orang muslim adalah fasik (dosa), dan memeranginya adalah kufur (keluar dari Islam)." (HR. Bukhari)

Sabdanya pula, "Bukanlah seorang mukmin yang suka mencela, pengutuk, kata-katanya keji dan kotor." (HR. Turmudzi).

Seorang yang mampu mengendalikan nafsu ketika marahnya berontak, dan mampu menahan diri di kala mendapat ejekan. Maka, orang seperti inilah yang diharapkan menghasilkan kebaikan dan kebajikan bagi dirinya maupun masyarakatnya.

Seorang hakim yang tidak mampu menahan marahnya, tidak akan mampu memutuskan perkara dengan adil. Dan, seorang pemimpin yang mudah tersulut nafsu marahnya, tidak akan mampu memberikan jalan keluar bagi rakyatnya. Justru, ia akan senantiasa memunculkan permusuhan di masyarakatnya. Begitu pun pasangan suami-isteri yang tidak memiliki ketenangan jiwa. Ia tidak akan mampu melayarkan laju bahtera hidupnya. Karena, masing-masing tidak mampu memejamkan mata atas kesalahan kecil pasangannya.

Bagi orang yang imannya telah tumbuh dengan suburnya dalam dadanya. Maka, tumbuh pula sifat-sifat jiwa besarnya. Subur pula rasa kesadarannya dan kemurahan hatinya. Kesabarannya pun bertambah besar dalam menghadapi sesuatu masalah. Tidak mudah memarahi seseorang yang bersalah dengan begitu saja, sekalipun telah menjadi haknya.

Orang yang demikian, akan mampu menguasai dirinya, menahan amarahnya, mengekang lidahnya dari pembicaraan yang tidak patut. Wajib baginya, melatih diri dengan cara membersihkan dirinya dari penyakit-penyakit hati. Seperti, ujub dan takabur, riya, sum’ah, dusta, pengadu domba dan lain sebagainya. Dan menyertainya dengan amalan-amalan ibadah dan ketaatan kepada Allah, demi meningkatkan derajat yang tinggi di sisi Allah S.W.T.

Dari Abdullah bin Shamit, Rasulullah S.A.W. bersabda, "Apakah tiada lebih baik saya beritahukan tentang sesuatu yang dengannya Allah meninggikan gedung-gedung dan mengangkat derajat seseorang?" Para sahabat menjawab, "Baik, ya Rasulullah." Rasulullah saw bersabda, "Berlapang dadalah kamu terhadap orang yang membodohi kamu. Engkau suka memberi maaf kepada orang yang telah menganiaya kamu. Engkau suka memberi kepada orang yang tidak pernah memberikan sesuatu kepadamu. Dan, engkau mau bersilaturahim kepada orang yang telah memutuskan hubungan dengan engkau." (HR. Thabrani).

Sabdanya pula, "Bahwasanya seorang hamba apabila mengutuk kepada sesuatu, naiklah kutukan itu ke langit. Lalu, dikunci pintu langit-langit itu buatnya. Kemudian, turunlah kutukan itu ke bumi, lalu dikunci pula pintu-pintu bumi itu baginya. Kemudian, berkeliaranlah ia kekanan dan kekiri. Maka, apabila tidak mendapat tempat baru, ia pergi kepada yang dilaknat. Bila layak dilaknat (artinya kalau benar ia berhak mendapat laknat), tetapi apabila tidak layak, maka kembali kepada orang yang mengutuk (kembali ke alamat si pengutuk)." (HR. Abu Dawud).
Label: